Fbr Bojongsari Depok
Sebagai hamba yang dhaif, ane hanya menyarankan kepada teman itu agar mengusahakan dirinya bertakwa secara memadai dan sesuai dengan kemampuannya. Kenapa? Karena ketakwaan mengandung dimensi epistemologis, yaitu masalah-masalah yang berkaitan dengan konsep ilmu.
KH.LUTFI HAKIM.MA
Suatu hari, ane ditanya oleh seorang teman tentang bagaimana cara
mendapatkan ilmu tanpa proses belajar mengajar. Sebab menurutnya, ada
seorang kyai yang semasa mudanya agak tertinggal dalam pelajaran, namun
saat ayahnya telah tiada dan dirinya harus melanjutkan tongkat estafet
kepemimpinan di ma'hadnya, mendadak pintar luar biasa.Sebagai hamba yang dhaif, ane hanya menyarankan kepada teman itu agar mengusahakan dirinya bertakwa secara memadai dan sesuai dengan kemampuannya. Kenapa? Karena ketakwaan mengandung dimensi epistemologis, yaitu masalah-masalah yang berkaitan dengan konsep ilmu.
Semua sumber pengetahuan dan keilmuan pada hakekatnya berasal dari
Allah. Dia memberikannya kepada kita tidak melalui satu cara. Kesalahan
persepsi kita kadang-kadang merasa bahwa ilmu hanya bisa diperoleh
melalui "belajar". Memang, secara normal ilmu diperoleh dengan cara
belajar mengajar, melalui sebuah proses sebab akibat. Kalau tidak
belajar, tidak sekolah, dan tidak memakai metode tertentu dalam belajar
seolah-olah tertutup kemungkinan bisa memperoleh ilmu.
Padahal perolehan ilmu melalui medium belajar hanyalah satu instrumen dari kemampuan manusia. Kalau memang sumber keilmuan itu berasal dari Allah, maka Dia dapat saja memberikan ilmu kepada seseorang tanpa melalui instrumen belajar mengajar. Cara ini dalam filsafat Islam dikenal dengan instrumen "faidh" (emanasi) dari Allah kepada manusia. Sedangkan dalam tasawuf dinamakan "tajalliyat", pelimpahan atau pemancaran ilmu Allah kepada manusia.
Merujuk pada firman Allah dalam surat al-Qalam, seorang mufassir mengatakan bahwa perolehan ilmu bisa dicapai melalui dua cara. Pertama, melalui media atau proses belajar mengajar secara konvensional. Kedua, tanpa melalui media atau instrumen apapun, langsung dipancarkan oleh Allah, sehingga yang semula tidak tahu menjadi tahu. Ini dinamakan ilmu laduni.
Nah, termasuk dalam jenis kedua ini adalah ilmu yang diperoleh melalui emanasi atas ilmu Allah yang terbentang dalam kitab alam serta kitab hidup dan kehidupan. Oleh karena itu, untuk bisa mencapai kemurahan Allah agar berkenan memancarkan ilmu-Nya kepada kita, maka kita harus memaksimalkan ketakwaan kita. "Allah memberikan hikmah kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barang siapa yang diberi hikmah, sungguh telah diberi kebajikan yang banyak...".
(QS.2:269).
Salam rempug...!!!
Padahal perolehan ilmu melalui medium belajar hanyalah satu instrumen dari kemampuan manusia. Kalau memang sumber keilmuan itu berasal dari Allah, maka Dia dapat saja memberikan ilmu kepada seseorang tanpa melalui instrumen belajar mengajar. Cara ini dalam filsafat Islam dikenal dengan instrumen "faidh" (emanasi) dari Allah kepada manusia. Sedangkan dalam tasawuf dinamakan "tajalliyat", pelimpahan atau pemancaran ilmu Allah kepada manusia.
Merujuk pada firman Allah dalam surat al-Qalam, seorang mufassir mengatakan bahwa perolehan ilmu bisa dicapai melalui dua cara. Pertama, melalui media atau proses belajar mengajar secara konvensional. Kedua, tanpa melalui media atau instrumen apapun, langsung dipancarkan oleh Allah, sehingga yang semula tidak tahu menjadi tahu. Ini dinamakan ilmu laduni.
Nah, termasuk dalam jenis kedua ini adalah ilmu yang diperoleh melalui emanasi atas ilmu Allah yang terbentang dalam kitab alam serta kitab hidup dan kehidupan. Oleh karena itu, untuk bisa mencapai kemurahan Allah agar berkenan memancarkan ilmu-Nya kepada kita, maka kita harus memaksimalkan ketakwaan kita. "Allah memberikan hikmah kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barang siapa yang diberi hikmah, sungguh telah diberi kebajikan yang banyak...".
(QS.2:269).
Salam rempug...!!!